Senin, 09 Februari 2015

PENGANEKARAGAMAN KONSUMSI PANGAN





Pangan merupakan kebutuhan dasar yang merupakan hak setiap manusia dan  merupakan salah satu faktor penentu kualitas sumberdaya manusia. Faktor penentu  mutu pangan adalah keanekaragaman (diversifikasi) jenis pangan, keseimbangan gizi  dan keamanan pangan.  Disadari  bahwa  ketidakseimbangan gizi akibat konsumsi  pangan yang kurang beraneka ragam akan berdampak pada timbulnya masalah gizi, baik gizi kurang maupun gizi lebih.

Lembaga  Kesehatan  Dunia  World  Health  Organization  (WHO  2000) menginformasikan  bahawa  lebih  dari  90  persen  masalah  kesehatan  manusia terkait  dengan  kualitas makanan  yang  dikonsumsi.  Berbagai  kajian  di  bidang gizi dan kesehatan menunjukkan bahwa untuk dapat hidup sehat dan produktif, manusia  memerlukan  sekitar  45  jenis  zat  gizi  yang  harus  diperoleh  dari makanan  yang  dikonsumsi,    dan  tidak  ada  satu  jenis  panganpun  yang mampu memenuhi  seluruh  kebutuhan  gizi  bagi manusia. Untuk memenuhi  kebutuhan gizi  tersebut,  setiap  orang  perlu  mengkonsumsi  pangan  yang    beragam  dan bergizi  seimbang,  serta  aman.  Dengan  mengkonsumsi  makanan  yang beranekaragam  setiap  hari,  kekurangan  zat  gizi  pada  jenis makanan  yang  satu akan dilengkapi oleh keunggulan susunan zat gizi jenis makanan lain, sehingga diperoleh masukan  zat  gizi  yang  seimbang.   Sebaliknya mengkonsumsi  hanya satu  jenis makanan dalam  jangka waktu  relatif  lama, dapat menderita berbagai penyakit kekurangan zat gizi atau gangguan kesehatan.  
Konsumsi Pangan
Konsumsi pangan adalah segala sesuatu yang berasal dari sumber hayati dan air baik yang diolah maupan yang tidak diolah, yang diperuntukkan sebagai makanan dan minuman bagi konsumsi manusia yang termasuk bahan tambahan pangan, bahan baku pangan, dan bahan lain yang digunakan  dalam proses penyiapan, pengolahan atau pembuatan makanan dan minuman (Depkes, 2004).
Konsumsi pangan merupakan informasi tentang jenis  dan jumlah pangan yang dikonsumsi (dimakan) atau diminum seseorang atau kelompok orang pada waktu tertentu. Jenis dan jumlah pangan merupakan informasi yang penting dalam menghitung jumlah zat gizi yang dikonsumsi (Hardinsyah, 1994).  Secara umum, faktor-faktor yang mempengaruhi konsumsi pangan adalah faktor ekonomi dan harga  dimana  keadaan ekonomi keluarga relatif mudah diukur  dan berpengaruh besar pada konsumsi pangan, terutama pada golongan miskin, selain pendapatan, faktor ekonomi yang mempengaruhi konsumsi pangan adalah  harga pangan dan non pangan. Harga pangan yang tinggi menyebabkan berkurangnya daya beli yang berarti pendapatan riil berkurang. Keadaan ini menyebabkan konsumsi pangan berkurang sedangkan faktor sosio-budaya dan religi yaitu aspek sosial budaya berarti fungsi pangan dalam masyarakat yang berkembang sesuai dengan keadaaan lingkungan, agama, adat, kebiasaan dan pendidikan masyarakat tersebut. Kebudayaan suatu masyarakat mempunyai kekuatan  yang berpengaruh terhadap pemilihan bahan makanan yang digunakan untuk dikonsumsi. Kebudayaan mempengaruhi seseorang dalam konsumsi pangan yang menyangkut pemilihan jenis bahan pangan,   pengolahan, serta persiapan dan penyajiannya (Baliwati, 2004).
Penganekaragaman Pangan
Konsep  keragaman  konsumsi pangan  untuk hidup  sehat  telah berkembang  sejak abad ke-2 Sebelum Masehi di zaman Cina kuno. Pada zaman  tersebut,  makanan  yang  dianjurkan adalah  yang  terdiri  dari  lima  jenis  biji-bijian, lima jenis pangan hewani, lima jenis buah dan lima jenis  sayur, dan makanan  atau minuman lain  yang  enak  aroma dan  rasanya  (Zhi-chien, 1993).
    Diversifikasi  konsumsi  pangan  mempunyai  peranan    yang  sangat penting   dalam upaya peningkatan perbaikan gizi untuk mendapatkan manusia yang berkualitas. Martianto    (2005) menunjukkan bahwa manusia untuk   dapat hidup  aktif  dan  sehat  memerlukan  lebih  40  jenis  zat  gizi  yang  terdapat  pada berbagai  jenis makanan, dimana   dapat dipenuhi melalui diversifikasi konsumsi pangan.  Studi    yang  dilakukan  oleh  Hardinsyah  (1996)  menunjukkan  bahwa diversifikasi    pangan  dapat  meningkatkan  konsumsi  berbagai  anti  oksidan pangan,  konsumsi  serat  dan menurunkan  resiko  hiperkolesterol,  hipertensi  dan penyakit  jantung koroner. Berkaitan dengan hal  ini, diversifikasi pangan menjadi salah satu pilar utama dalam mewujudkan ketahanan pangan.
Soetrisno  (1998) mendefinisikan  diversifikasi pangan  lebih  sempit (dalam  konteks  konsumsi  pangan)  yaitu    sebagai  upaya  menganekaragamkan  jenis pangan  yang  dikonsumsi,  mencakup  pangan  sumber  energi  dan  zat  gizi,  sehingga memenuhi kebutuhan akan pangan dan gizi sesuai dengan kecukupan baik ditinjau dari kuantitas  maupun  kualitasnya.    Secara  lebih  tegas,  Pakpahan  dan  Suhartini  (1989) menyatakan dalam  konteks  Indonesia diversifikasi/keanekaragaman  konsumsi pangan sering  diartikan  sebagai  pengurangan  konsumsi  beras  yang  dikompensasi  oleh penambahan  konsumsi  bahan  pangan  non  beras.    Menurut  Suhardjo  dan  Martianto (1992)  semakin  beragam  konsumsi  pangan  maka  kualitas  pangan  yang  dikonsumsi semakin baik.   Oleh karena  itu dimensi diversifikasi pangan tidak hanya terbatas pada pada diversifikasi konsumsi makanan pokok saja, tetapi juga makanan pendamping.
Faktor-faktor yang mempengaruhi keanekaragaman konsumsi pangan
Penganekaragaman konsumsi pangan dan gizi dipengaruhi oleh banyak faktor, antara lain : faktor yang bersifat internal (individual) seperti pendapatan, preferensi, keyakinan (budaya dan religi), serta pengetahuan gizi, maupun faktor eksternal  seperti  faktor  agro-ekologi,  produksi,  ketersediaan  dan  distribusi, anekaragam pangan, serta promosi/iklan.
Penganekaragaman  konsumsi  pangan  merupakan  upaya  memantapkan atau membudayakan pola konsumsi pangan yang beranekaragam dan seimbang dalam jumlah dan komposisi yang cukup untuk memenuhi kebutuhan gizi yang dapat mendukung hidup sehat, aktif dan produktif. Mengkonsumsi pangan yang beranekaragam akan dapat memenuhi kebutuhan gizi manusia secara seimbang. Indikator untuk mengukur tingkat keanekaragaman dan keseimbangan konsumsi pangan  masyarakat  adalah  dengan  skor  Pola  Pangan  Harapan  (PPH)  yang ditunjukkan dengan  nilai 100.
Permasalahan  utama  yang  dihadapi  dalam  penganekaragaman  konsumsi pangan adalah  (1) belum  tercapainya  skor mutu keragaman dan keseimbangan konsumsi gizi sesuai harapan dan selama  ini pencapaiannya berjalan sangat  lamban dan  fluktuatif,  (2) cukup tingginya kesenjangan mutu gizi konsumsi pangan antara masyarakat desa dan kota,  (3) adanya kecenderungan penurunan proporsi konsumsi pangan berbasis sumberdaya  lokal,  (4)  lambatnya  perkembangan,  penyebaran,    penyerapan teknologi  pengolahan  pangan  lokal  untuk  meningkatkan  kepraktisan  dalam pengolahan,  nilai  gizi,  nilai  ekonomi,  nilai  sosial,  citra  dan  daya  terima,  (5) masih kurangnya sinergi untuk mendorong dan memberikan insentif bagi dunia usaha  dan  masyarakat  dalam  mengembangkan  aneka  produk  olahan  pangan lokal,  (6) masih  kurangnya  fasilitasi  pemberdayaan  ekonomi  dan  pengetahuan untuk meningkatkan aksesibilitas pada pangan beragam, bergizi, seimbang dan aman.

Situasi pangan dan gizi masyarakat dipengaruhi oleh berbagai faktor yang saling berkaitan satu sama lain dan sangat kompleks. Faktor faktor tersebut meliputi produksi, penyediaan pangan, kelancaran distribusi, struktur dan jumlah penduduk, daya beli rumah  tangga sampai pada kesadaran gizi penduduk dan keadaan sanitasi lingkungan yang senantiasa selalu berkembang seiring dengan perubahan lingkungan  startegis nasional dan domestik (Rusastra, dkk., 2002). Di luar aspek daya beli dan ketersediaan pangan yang cukup (jumlah, mutu, keragaman dan aman), faktor kesadaran pangan dan gizi merupakan faktor yang juga menonjol dalam menentukan  konsumsi pangan yang beragam dan berimbang (Suhardjo, 1998). Faktor budaya, pendidikan, gaya hidup juga merupakan faktor penentu konsumsi pangan, namun dalam penentuan pemilihan pangan, kadangkala faktor prestise menjadi sangat penting dan menonjol. (Martianto dan Ariani, 2004).  Lebih  lanjut dikatakan bahwa tingginya  konsumsi pangan “luxury” di kota dibandingkan di desa karena: Tingkat pendidikan dan pendapatan di kota lebih baik.
Faktor yang mempengaruhi penganekaragaman konsumsi pangan di Indonesia
Masyarakat Indonesia tidak dipungkiri lagi bahwa saat ini sudah nyaman untuk mengkonsumsi beras sebagai makanan pokoknya. Di tengah kenyamanan pangan masyarakat Indonesia untuk mengkonsumsi beras. Pemerintah dihadapkan kepada upaya untuk memprogramkan keanekaragaman konsumsi pangan. Upaya menganekaragamkan pangan ini kembali didengungkan oleh pemerintah ditengah upaya pemerintah menjaga kesetabilan pasokan beras di tanah air. Tidak bisa dipungkiri bahwa upaya penyamanan masyarakat terhadap pangan beras ini telah berlangsung lama semenjak era orde baru. Ibaratnya pangan beras sudah menjadi status quo yang tidak bisa dirubah dalam kehidupan masyarakat Indonesia. Ibaratnya Masyarakat belumlah dikatakan sudah makan jika belum mengkonsumsi beras. Walaupun telah mengkonsumsi gandum, jagung dsb.
Berbagai  permasalahan  dan  tingginya  tingkat  tantangan  yang  akan muncul,    yang  harus  diantisipasi,  terutama  dalam mewujudkan  pola  konsumsi pangan yang beragam dan bergizi seimbang antara lain :
-  Besarnya  jumlah  penduduk miskin  dan  pengangguran  dengan  kemampuan akses pangan rendah; 
-  Rendahnya  pengetahuan  dan  kesadaran  masyarakat  terhadap  diversifikasi pangan dan gizi;
-  Masih dominanannya konsumsi sumber karbohidrat yang berasal dari beras;
-  Rendahnya kesadaran masayarakat terhadap keamanan pangan.

Keragaman  sumberdaya  alam  dan  keanekaragaman  hayati  yang  dimiliki  Indonesia  merupakan  potensi  yang  dapat  dimanfaatkan  untuk  mendukung  peningkatan  konsumsi masyarakat  menuju  pangan  yang  beragam  dan  bergizi  seimbang. Berbagai sumber pangan lokal dan makanan tradisional yang dimiliki  oleh  seluruh  wilayah,  masih  dapat  dikembangkan  untuk  memenuhi  keanekaragaman pangan masyararakat pada wilayah yang bersangkutan.
Tingkat pendidikan masyarakat yang  semakin  tinggi dapat memberikan peluang  bagi  percepatan  proses  peningkatan  kesadaran  gizi,  yang  diharapkan dapat merubah prilaku konsumsinya,  sehingga mencapai  status gizi yang baik, yang pada akhirnya dapat mempengaruhi kualitas sumber daya manusia. Selain itu, perkembangan teknologi informatika serta strategi komunikasi publik dapat menyediakan peluang yang  tinggi untuk mempercepat proses,serta memperluas jangkauan  upaya  pendidikan masayarakat  untuk meningkatkan  kesadaran  gizi keluarganya.
Status  gizi  merupakan  muara  akhir  dari  semua  subsistem  dalam  sistem ketahanan  pangan,  yang  berarti  merupakan  salah  satu  indikator  yang mencerminkan  baik  buruknya  ketahanan  pangan.  Pada  tahun  2003,  Indeks Pembangunan Manusia (IPM) Indonesia sangat rendah, yaitu peringkat 111 dari 174 negara. Rendahnya  IPM  ini  sangat dipengaruhi oleh  rendahnya  status gizi dan kesehatan penduduk. Hal  ini  terlihat dari masih  tingginya  angka kematian bayi,  angka  kematian  balita  dan  angka  kematian  ibu. Balita  adalah  salah  satu kelompok masyarakat yang sangat sensitif terhadap masalah ketahanan pangan. Gizi  kurang  berdampak  terhadap  kesakitan  dan  kematian,  pertumbuhan, perkembangan intelektual dan produktifitas (Badan Ketahanan Pangan, 2006).

Sumber/Daftar Pustaka
Anonim, 2011. http://ekonomi.kompasiana.com/agrobisnis/2011/09/06/kenyamanan-pangan-vs-keanekaragaman-pangan/. Diakses pada 19 November 2011
 
Anonim, 2011. http://uwmy.ac.id/ftp-uwmy/. Diakses pada 19 November 2011
Badan  Ketahanan  Pangan,  (2006),  Food  Insecurity  Atlas,  Jakarta,  Departemen 
            Pertanian.
 
Badan  Ketahanan  Pangan Propinsi Jawa Timur. 2008. Roadmap Disversifikasi Pangan Jawa Timur. Badan Ketahanan Pangan Propinsi Jawa Timur. Surabaya

Departemen  Kesehatan  RI.   1995. Panduan  13  Pesan  Dasar  GiziSeimbang. Direktorat Jenderal Pembinaan Kesehatan Masyarakat Direktorat  Bina  Gizi Masyarakat. Departemen Kesehatan. Jakarta

Gayatri, I.C. 2008. Analisis Faktor Sosial Ekonomi Keluarga Terhadap Keanekaragaman Konsumsi Pangan Berbasis Agribisnis di Kabupaten Banyumas. Universitas Diponegoro. Semarang.

Hanani, Nuhfil. 2005. Disversifikasi Konsumsi Pangan. Widyakarya  Nasional  Pangan  dan  Gizi  VIII.

Hardinsyah. 2007. Review Faktor Determinan Keragaman Konsumsi Pangan. Jurnal Gizi dan Pangan, Juli 2007 2(2): 55 - 74


Prihananto, V.  2001.  Strategi Membangun Ketahanan Pangan  dan Gizi  Melalui Kemandirian Lokal. Makalah disampaikan pada acara seminar Hari Pangan Sedunia Th. 2001 di Kabupaten Purbalingga, tgl 17 Oktober 2001.

Soekirman.  2000.  Ilmu Gizi dan Aplikasinya. Direktorat Jenderal Pendidikan Tinggi, Departemen Pendidikan Nasional. Jakarta. 




Tidak ada komentar:

Posting Komentar